Menabung gaya jimpitan pada jaman sekarang hanya dilakukan oleh sebagian orang. Menabung dengan gaya jimpitan diilhami oleh kebiasaan para orang tua kita terdahulu. Salah satu contohnya adalah cara orang tua kita dalam menghemat beras, yang lazim disebut "jimpitan".
Jimpitan dilakukan setiap kali akan menanak nasi. Sebelum beras dicuci, sebagian (segenggam) diambil kemudian disimpan dalam tempat tersendiri. Tujuannya, saat persediaan beras sudah habis, masih ada cadangan hasil jimpitan sebelumnya.
Dari kebiasaan para orang tua kita terdahulu tersebut, dapat kita jadikan contoh (tauladan) dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, saat kita membeli bensin 5 liter seharga Rp. 22.500,-, uang yang kita keluarkan dilebihkan menjadi Rp. 25.000,-. Selisih sebesar Rp. 2.500,- kita tabung. Apabila setiap bulan kita membeli bensin sebanyak empat kali, maka akan terkumpul uang hasil tabungan sebesar Rp. 10.000,-. Demikian pula bila kita membeli baju, misalnya seharga Rp. 100.000,-. Kita lebihkan pengeluaran untuk disimpan sebesar Rp. 10.000,-, atau sesuai dengan keinginan kita, lebih besar atau lebih kecil dari Rp. 10.000,-.
Cara yang sama dapat kita lakukan setiap kali kita akan membayar tagihan listrik, telepon, air, keperluan dapur, langganan koran dan lain-lain. Hasilnya, pada akhir bulan ada cadangan uang siap pakai. Apabila ada kebutuhan mendesak, kita bisa memanfaatkannya.
Kalau "jimpitan", pada saat menanak nasi mengurangi beras. Dan bila menabung dengan gaya seperti ini, justru dengan melebihkan pengeluaran. Seperti mengenakan pajak pada pengeluaran kita.
Patut dicontoh...